Dalam Islam, istilah wakaf tentu sudah sering didengar. Ibadah yang satu ini berarti sama seperti sedekah jariyah yang dilakukan wakif untuk kesejahteraan umat. Barang atau harta benda yang diberikan wakif adalah bentuk realisasi memberikan harta kepemilikan di jalan Allah SWT.
Dasar Hukum Wakaf
Memahami wakaf dapat dilakukan dengan berdasarkan pada hadis dan hukum positif.
- Berdasarkan hadis
Memberikan harta untuk kepentingan banyak umat hukumnya sunah atau yang dianjurkan. Hal tersebut didukung oleh hadis yang berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi: “Bila anak Adam meninggal, maka terputuslah tiga hal, kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa dari anak yang soleh.”
Maksud sedekah jaryah pada hadist tersebut termasuk sedekah yang bermanfaat bagi kesejahteraan kehidupan masyarakat, bisa berupa wasiat, wakaf, dan sebagainya.
Wakaf ini bisa berubah hukumnya jika berbeda niatnya. Jika diniatkan untuk mendapatkan pujian dari orang lain, maka hukumnya menjadi haram. Apabila niatnya karena nazar memberikan harta di jalan Allah SWT, maka hukumnya akan menjadi wajib.
- Aturan dalam Hukum Positif
Segala hukum mengenai berwakaf sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan semua hal detail mengenai ketentuan wakaf hingga Nazhir.
Jika wakif sudah memberikan hartanya untuk dikelola oleh Nzahir untuk dikembangkan demi kesejahteraan orang banyak, maka wakif sudah tidak punya hak lagi atas harta tersebut.
Hal ini dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhil Islami yang berbunyi: “wakaf merupakan harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim dari kepunyaannya karena Allah SWT. Maka tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi terhadapnya baik berupa jual-beli, hibah, dan semisalnya. Sebab jual-beli membutuhkan kejelasan kepemilikan, sedangkan harta wakaf itu tidak memiliki pemilik.”
Jelas sekali disebutkan bahwa wakif tidak diperbolehkan untuk mengambil kembali tanah yang sudah diwakafkan.
Begitu juga dengan jual beli atas tanah wakaf jelas tidak diperbolehkan. Hal ini mengacu pada UU nomor 41 tahun 2004 yang menyebut bahwa tanah yang sudah diberikan oleh wakif tidak bisa diperjualbelikan. Sebab tanah yang sudah beralig status dari primer menjadi wakaf membuatnya tidak bernilai ekonomis lagi. Kecuali jika dipergunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan aturan yang sudah diatur dalam Undang-Undang.
Tetapi bisa diperjualbelikan jika ada izin tertulis dair menteri yang sudah disetujui oleh Badan Wakaf Indonesia. Namun, harta yang sudah diubah statusnya seperti tanah wakaf harus ditukar dengan harta yang punya manfaat dan nilai tukar sama dengan harta sebelumnya.
Pengetahuan tentang dasar wakaf ini penting untuk diketahui, agar sebagai umat muslim lebih memahami fungsi sosial sebagai manusia. Ibadah yang satu ini mengajarkan kita mengenai kemuliaan seorang manusia diukur dari tingkat kebermanfaatannya sebagai manusia, baik itu bagi sesamanya maupun bagi agamanya.